Jumat, 17 April 2015

Tugas II Kewarganegaraan

Nama             : Nadya Irmalia Azizah
Kelas              : 1ID02
NPM              : 37414765

1.       Wawasan Nasional Suatu Bangsa

Suatu bangsa yang telah menegara, dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya.  Pengaruh itu timbul dari hubungan timbal balik antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi serta cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, budaya, tradisi, keadaan alam, wilayah serta pengalaman sejarahnya.
Pemerintah dan rakyat memerlukan suatu konsepsi berupa wawasan nasional untuk menyelenggarakan kehidupannya.  Wawasan ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri bangsa.  Kata “wawasan” itu sendiri berasal dari wawas (bahasa Jawa) yang artinya melihat atau memandang.
Dalam mewujudkan aspirasi dari perjuangan, satu bangsa perlu mempehatikan tiga faktor utama :
1.      Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup.
2.      Jiwa, tekad dan semnagat menusianya atau kerakyatannya.
3.       Lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, wawasan nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (melalui interaksi dan interrelasi) dan dalam pembangunannya di lingkungan nasional (termasuk lokal dan propinsional), regional serta global.

2.       Teori Kekuasaan dan Geopolitik

Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya.  Beberapa teori diuraikan sebagai berikut :

1.        Paham – Paham Kekuasaan
Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.  Karena itu, dibutuhkan landasan teori yang dapat mendukung rumusan Wawasan Nasional.

Teori – teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain :
a.        Paham Machiavelli (Abad XVII)
Gerakan pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh masuknya ajaran Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan cara pandang bangsa-bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modern seperti sekarang.
Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut : pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan ; kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (“divide et impera”) adalah sah ; dan ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang  buas) yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.

b.        Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang , selain penganut yang baik dari Machiavelli.  Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional.  Dia berpendapat bahwa kekuatan politik harus didampingi oleh kekuatan logistik dan kekuatan nasional.  Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi demi terbentuknya kekeuatan hankam.
c.         Paham Jendral Clausewitz (Abad XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia.  Calusewitz akhirnya bergabung dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekuasan Rusia.  Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain.  Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d.        Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme disatu pihak dan komunisme dipihak lain.  Pada abad XVII paham perdagangan bebas (yang merupakan nenek moyang liberalisme) sedang marak.  Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari surplus ekonomi ke tempat lain.
e.        Paham Lenin (Abad XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz.  Menurutnya, perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan.  Bagi Leninisme/Komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka mengkomunikasikan seluruh bangsa didunia.
f.          Paham Lucian W. Pye dan Sidney
Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur subyektivitas dan psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.  Dengan demikian proyeksi eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga subyektif dan psikologis.

2.        Teori-Teori Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata “geo” atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.  Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik antara lain :
a.        Pandangan Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke-19, Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal.  Pokok-pokok ajaran F.Ratzel adalah sebagai berikut :
1)      Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup.
2)      Negara identik denga suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuataan.
3)      Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam.
4)      Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
Ilmu Bumi Politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, di mana yang satu berfokus pada kekuataan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada kekuataan di laut.  Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu, sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru, yaitu dasar-dasar suprastruktur Goepolitik : kekuatan total/menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografisnya.
b.        Pandangan Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”.  Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut :
1)        Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual.
2)        Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang : geopolitik, sosial politik dan krato politik (politik memerintah).
3)        Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar.  Ia harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuataan nasionalnya.
c.         Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika negara ini berada dibawah kekuasaan Adolf Hitler.  Pandangan ini juga dikembangan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu.  Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasarnya menganut pandangan Kjellen, yaitu :
1)      Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan di laut.
2)       Beberapa negara besar didunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
3)      Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut : Geopolitik adalah doktrin negara yang menitikberatkan soal-soal startegi perbatasan.  Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam perjuangan mendapatkan ruang hidup.
Pokok-pokok teori Karl Haushofer pada dasarnya menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat ekspansif.
d.        Pandangan Ajaran Sir Halford Mackinder
Teori ahli Geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan Wawasan Benua, yaitu konsep kekuataan didarat.  Ajarannya menyatakan : barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia”, yaitu Eropa, Asia dan Afrika.
e.        Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari”, yaitu kekuatan dilautan.  Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”.  Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekuatan dunia” sehingga pada akhirnya menguasai dunia.
f.          Pandangan Ajaran W. Mitchel, A.Saversky, Giulio Douhet dan John Frederik Charles Fuller
Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara.  Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan mengahancurkannya di kandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
g.        Ajaran Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara.

3.    Ajaran Wawasan Nasional Indonesia
1.    Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuataan.  Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya.  Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya ditengah-tengah perkembangan dunia.
2.    Geopolitik Indonesia
Pemahaman tentang negara Indonesia menganut paham negara kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari asas archipelago yang memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara-negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau, sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.
3.    Dasar Pemikiran Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan Nasional Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa Indonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila dan oleh pandangan geopolitik Indonesia yang berlandaskan pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia.  Karena itu, pembahasan latar belakang filosofis sebagai dasar pemikiran, pembinaan dan pengembangan wawasan nasional Indonesia ditinjau dari :
a.         Latar belakang pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila.
b.         Latar belakang pemikiran aspek Kewilayahan Nusantara.
c.         Latar belakang pemikiran aspek Sosial Budaya Bangsa Indonesia.
d.         Latar belakang pemikiran aspek Kesejarahan Bangsa Indonesia.
 Sumber : Pendidikan Kewarganegaraan. 2001. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Contoh Kasus Nyata:
Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Lingitan

Pulau Sipadan dan Lingitan merupakan objek sengketa internasional antara Indonesia dan Malaysia. Pulau Sipadan dengan luas 10,4 ha terletak 15 mil laut (sekitar 24 km) dari pantai Sabah Malaysia dan 40 mil laut atau 64 km dari pulau Sebatik Indonesia. Sedangkan pulau Lingitan dengan luas 7,9 ha terletak sekitar 21 mil laut atau sekitar 34 km dari pantai Sabah Malaysia dan 57,6 mil laut atau 93 km dari pulau Sebatik Indonesia.
Persengketaan antara Indonesia dan Malaysia mencuat pada tahun 1973 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua belah negara, masing masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan Lingitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Dengan temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan pulau Sipadan dan Lingitan, maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut. Di saat yang sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau tersebut merupakan miliknya sesuai peta unilateral 1979 Malaysia, serta mengemukakan sejumlah dalil, alasan dan fakta. Namun kedua belah pihak untuk sementara sepakat mengatakan dua pulau tersebut dalam “status quo” dan pada tahun 1989 masalah pulau Sipadan dan Lingitan mulai dibicarakan kembali oleh dua belah negara.
Pada tahun 1992, kedua negara sepakat menyelesaikan masalah ini secara bilateral yang diawali dengan pertemuan pejabat tinggi kedua negara. Hasil pertemuan pejabat tinggi menyepakati perlunya dibentuk Komisi Bersama dan Kelompok Kerja Bersama (Joint Commision (JC), Joint Working Group (JWG)). Namun dari serangkaian pertemuan JC dan JWG yang dilaksanakan tidak membawa hasil, kedua pihak berpegang pada prinsipnya masing masing yang berbeda untuk mengatasi permasalahan ini. Pada pertemuan tanggal 6-7 Oktober 1996 di Kuala Lumpur Presiden Soeharto dan PM. Mahathir menyetujui rekomendasi wakil khusus, dan 31 Mei 1997 disepakati “Special Agreement for The Submission to the International Court of Justice the Dispute between Indonesia and Malaysia concerning the Sovereignty over Sipadan and Lingitan Island”. Special agreement tersebut lalu disampaikan secara resmi ke Mahkamah Internasional pada 2 November 1998. Dengan itu proses ligitasi pulau Sipadan dan Lingitan di Mahkamah Internasional mulai berlangsung. Kedua negara memiliki kewajiban penyampaian posisi masing masing melalui “Written Pleading” kepada Mahkamah Memorial pada 2 November 1999 diikuti “Counter Memorial” pada 2 Agustus 2000 dan “Reply” pada 2 Maret 2001. Lalu dilanjut dengan proses “Oral Hearing” dari kedua negara yang bersengketa pada 3-12 Juni 2002.
Special Agreement adalah persyaratan prosedural yang memungkinkan mahkamah memiliki jurisdiksi terhadap kasus yang dibawa ke Mahkamah Internasional. Masalah pokok yang dimintakan dalam Special Agreement adalah Mahkamah Internasional dapat memutus suatu perkara berdasarkan perjanjian-perjanjian, fakta historis dan dokumen-dokumen yang diberikan oleh Indonesia dan Malaysia ke pengadilan. Special Agreement juga mencantumkan tentang kesediaan dua belah negara untuk menerima hasil keputusan dewan juri dengan lapang dada dan menerimanya sebagai keputusan yang bersifat akhir dan mengikat.  

Putusan Mahkamah Agung
1.         Menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau sengketa pernah menjadi bagian dari wilayah yang diperoleh Malaysia berdasarkan kontrak pengelolaan privat Sultan Sulu dengan Sen-Overbeck/BNBC/Inggris/Malaysia. Mahkamah juga menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau termasuk dalam wilayah Sulu/Spanyol/AS/Inggris yang kemudian diserahkan kepada Malaysia berdasarkan terori rantai kepemilikan (Chain of Title Theory). Menurut Mahkamah tidak satupun dokumen hukum atau pembuktian yang diajukan Malaysia berdasarkan dalil penyerahan kedaulatan secara estafet ini memuat referensi yang secara tegas merujuk kedua pulau sengketa.
2.         Menolak argumentasi Indonesia bahwa kedua pulau sengketa merupakan wilayah berada di bawah kekuasaan Belanda berdasarkan penafsiran atas pasal IV Konvensi 1891. penafsiran Indonesia terhadap garis batas 4° 10' LU yang memotong P. Sebatik sebagai allocation line dan berlanjut terus ke arah timur hingga menyentuh kedua pulau sengketa juga tidak dapat di terima Mahkamah. Kejelasan perihal status kepemilikan kedua pulau tersebut juga tidak terdapat dalam Memori van Toelichting. Peta Memori van Toelichting yang memberikan ilustrasi sebagaimana penafsiran Indonesia atas pasal IV tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak menjadi bagian dari konvensi 1891. mahkamah juga menolak dalil alternatif Indonesia mengingat kedua pulau sengketa tidak disebutkan di dalam perjanjian kontrak 1850 dan 1878 sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Bulungan yang diserahkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda.
3.         Penguasaan efektif dipertimbangkan sebagai masalah yang berdiri sendiri dengan tahun 1969 sebagai critical date mengingat argumentasi hukum RI maupun argumentasi hukum Malaysia tidak dapat membuktikan klaim kepemilikan masing-masing atas kedua pula yang bersengketa.

§   Berkaitan dengan pembuktian effectivities Indonesia, Mahkamah menyimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti kuat yang dapat mewujudkan kedaulatan oleh Belanda atau Pulai Sipadan dan Pulau Ligitan. Begitu pula halnya, tidak ada bukti-bukti dan dokumen otentik yang dapat menunjukkan adanya bentuk dan wujud pelaksanaan kedaulatan Indonesia atas kedua pulau dimaksud hingga tahun 1969. Mahkamah tidak dapat mengabaikan fakta bahwa UU No. 4/Prp/1960 tentang Perairan yang ditetapkan pada 18 Pebruari 1960-yang merupakan produk hukum awal bagi penegasan konsep kewilayahan Wawasan Nusantara- juga tidak memasukkan Sipadan-Ligitan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
§    Berkaitan dengan pembuktian effectivies Malaysia, Mahkamah menyimpulkan bahwa sejumlah dokumen yang diajukan menunjukkan adanya beragam tindakan pengelolaan yang berkesinambungan dan damai yang dilakukan pemerintah kolonial Inggris sejak 1917. serangkaian upaya Inggris tersebut terwujud dalam bentuk tindakan legislasi, quasi yudisial, dan administrasi atas kedua pulau sengketa, seperti :
1.  Pengutipan pajak terhadap kegiatan penangkapan penyu dan pengumpulan telur penyu sejak 1917.
2. Penyelesaian sengketa dalam kegiatan pengumpulan telur penyu di P. Sipadan pada tahun 1930-an.
3. Penetapan P. Sipadan sebagai cagar burung, dan
4. Pembangunan dan pemeliharaan mercu suar sejak tahun 1962 di P. Sipadan dan pada tahun 1963 di P.Ligitan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelanggaran Hak Cipta

Contoh Pelanggaran Hak Cipta: Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya...